Thursday, December 14, 2006

CERPEN : Moro

Pukul 19.00 WITA. December 2004. Zenith Resto.

Ada kebisuan yang menari-nari di antara kami. kebisuan yang dalam. tercipta tak lama setelah dengan entengnya Moro berkata,"Bolehkan aku menikah lagi, Zeda?" Atmosfer kesedihan pun perlahan-lahan menyelimutiku. Ajaibnya, aku tak menangis. Aku membutuhkan sekian puluh detik untuk meyakini pendengaranku dan kemudian bertanya pendek, "Serius, Moro?" tanyaku. "Ya," jawabnye pendek, padat, dan jelas. Sangat jelas sehingga mampu menurunkan bahuku yang semula tegak, seakan tak kuasa menahan satu beban yang teramat berat.
Pukul 19.19 WITA. Zenith Resto.
Aku menatap suamiku dalam-dalam. Aku mencoba mencari satu kebohongan atau lelucon yang tersembunyi di balik matanya. Tapi yang aku temui adalah sebuah pengharapan.
"Sayang, betul mau menikah lagi?" ulangku
"Ya, Zeda. Maaf......" lanjutnya pelan
"Kenapa? Aku.....aku tidak mengerti. Apa aku tidak cukup melayanimu selama ini? Ataukah karena setelah 4 tahun pernikahan kita aku belum juga mampu memberimu keturunan?"
"Zeda, maaf. Aku......."
"Kenapa?" desakku
"Aku mencintai wanita lain selain kau, Zeda. Ya, dan juga aku menginginkan keturunan,' jawabnya pelan tapi cukup menohok ulu hatiku
"Aku mengerti kalau kau menginginkan keturunan tapi kalau kau mencintai wanita lain????? Tidakkah kau bisa bersabar? Dokter yang memeriksa kita menyatakan aku sehat, juga kau. Yang kita buthkan adalah kesabaran. Tidak adil jika kau menduakanku hanya karena kau tidak bisa bersabar dan menunggu Tuhan memberi kita anak dan......."
"Dia hamil"
Pelan tapi cukup memporak-porandakan hatiku menjadi serpihan-serpihan kecil yang berhamburan tanpa bentuk. Aku tiba-tiba menjadi sakit dan terhina.
"Siapa wanita itu, Moro?" tanyaku
"Dinda"
* * *
"Hi, sayang!" suara yang sangat aku kenal sehingga aku tidak perlu menoleh untuk mengetahui si pemilik suara riang itu
"Hai," jawabku pendek
"Sudah lama? Sorry ya...." katanya manja seraya mencium kedua pipiku
"Ngga, Din. Baru sepuluh menit ini. dapat lingerie yang kamu cari itu?" tanyaku
"Hehehehee.....Iya, dong. Pasti kamu ngga sabar kan ngeliat aku memakaianya. Dan pasti kamu iri karena perutmu ngga seramping perutku. Makanya, Non. Jangan terlalu banyak ngemil," ejeknya
"Aaaah....Siapa bilang perutku gendut? Liat aja nanti. Sekarang udah rata sejak aku rajin ke gym" elakku
"Pulang yuk. Capek nih. Atau kamu mau makan dulu?"
"Ntar aja deh. Di rumah aja. Ntar aku bikin spaghetti kesukaanmu," jawabku
"Oke deeeh,' sahutnya manja
Bergegas aku dan Dinda beranjak dari Cafe tempatku menunggu tadi. Terbayang betapa enaknya melepas lelah dengan berendam di air hangat, kemudian menonton film favorite kami sambil makan spaghetti. Ummmmmm.....yummy.
Dinda berceloteh ramai di taxi tentang promo kenaikan jabatannya dan juga beberapa hal yang yah....little bit boring. Sementara itu, aku sibuk membongkar kantong belanjaanya. Gila anak ini, beli underwear ga tanggung-tanggung, juga lingerie, beberapa potong blouse, dan dasi. Dasi?????
"Dasi siapa ini, Din? tanyaku
"Oh, itu untuk Wimo. Besok kan dia ulang taun," jawabnya santai
"Ngapain kamu sampe beliin dia dasi??? Care banget?" sungutku
"Zeda, sayaaaaaang. Wimo itu kan supervisorku. Ngga masalah kan kalo sekali-sekali aku mengistimewakan dia di hari ulang tahunnya? lagi pula, dia juga banyak bantu aku di promo kenaikan levelku ini," jelasnya
"Huh! Bilang aja kamu naksir dia!" tuduhku
"Iddiiiih.....sori-sori aja ya kalo aku naksir dia. Ga bikin napsu tau!"
"Huahahahahaaaa........"
"Heheheheheeheheh......" berdua kami cekikikan seperti kuntilanak. Dasar Dinda. Cewek sableng
* * *
Beberapa hari ini aku jarang ketemu Dinda. Mungkin dia sibuk sekali di kantornya. Kamar kos-an kami jadi agak-agak ngga terawat. maklum, si Dinda kan telateeeen banget ngurusin rumah. BTW, belakangan ini si Dinda jadi agak pendiam. Apa karena dia lagi datang bulan yah? Tapi tidak biasanya anak itu begitu. Beberapa kali dia menghindar kalo aku ajak keluar. Entah itu alasan capek lah, males lah, dan lain-lain.
"heh, siapa tuh?" telingaku menangkap bunyi mobil memasuki pekarangan rumah. Di rumah kost ini aku cuma tinggal berdua dengan Dinda. Dari dalam mobil aku melihat Dinda turun dan dia diantar oleh.....Wimo!
"Ngapain laki-laki brengsek itu nganterin Dinda segala?"
"Masuk, Wim," tawar Dinda
"Thanks'" jawabnya pendek
"Dinda, tadi ada telfon dari Galih. Kamu diminta ke rumahnya segera," teriakku dari dalam kamar
"Kenapa?" tanyanya
"Auk, gelap!" jawabku asal
"Aku pamit aja deh, Din. Atau perlu aku antar?" tanya Wimo
"Ngga usah. Aku akan pergi bareng Dinda," jawabku sembari muncul di ruang tengah. Aku menangkap keterkejutan yang amat sangat di wajah Wimo, tapi dengan cepat dia mampu menguasai diri.
"Ya, ngga usah, Wim. Terima kasih. Biar aku dianterin Zeda aja," jawab Dinda
"Braaak!!" aku membanting pintu
"Ngapain sih kamu pake dianter-anter Wimo segala??? Kamu pacaran ya sama dia?" tuduhku
"Ngga, Zeda. Kebetulan tadi aku harus presentase di kantor Pak Zen dan aku ngga ada kendaraan, jadi aku sekalian nebeng dia pulang," jelasnya
"Dasar perempuan gatel!"
"Zeda, aku ngga ada hubungan apa-apa dengan Wimo. He's just a friend, ok?!"
"Ah, whatever you say lah! EGP,"
Huh! Entah kenapa aku sebel banget dia deket dengan si Wimo, laki-laki buaya darat itu! Dia yang membuat hidupku hancur. Aku bagitu mencintai dan menghormatinya dulu. Dulu, sebelum keperawananku direnggutnya dan kemudian ditinggalkannya aku begitu saja. Tidak ada keinginannya untuk mempertanggungjawabkan janin yang sudah 2 bulan di rahimku dengan alasan kami melakukannya atas dasar suka sama suka. Dia bilang bahwa dia bukan satu-satunya laki-laki yang pernah meniduriku, sementara dia tau dengan pasti, darah yang mengalir pada kali pertama kami berhubungan adalah darah keperawananku. Sakit rasanya. Dan sekarang, Dinda bergaul dengan laki-laki itu. Setelah sekian lama akhirnya aku bertemu lagi dengannya. Benci.
Dinda betul-betul menghindariku. Kami jadi sering bertengkar. Rumah layaknya seperti neraka. Sampai akhirnya kemudian dia memutuskan untuk pindah, mencari rumah kost lain. Terakhir, aku mendengar kabar dia menikah dengan Wimo dalam keadaan hamil 6 bulan. Bangsat!
* * *
"Minum apa, Wim?" tanya Moro
"Irish cofee saja," jawab Wimo pendek
"Gimana kantor hari ini?" tanya Moro kembali
"Huh! Capek banget aku. Biasalah, end of the week. Penuh dengan meeting dan progress report untuk tiap project. Kayaknya, weekend ini bakal kelabu deh. Soalnya aku harus menyiapkan meteri presentase untuk Wind Tunnel yang mau di-release minggu depan. Kamu jadi kan nginap di tempatku dan bantuin aku menyiapkan final drawing-nya?"
"Oh, sure! Then, kenapa kamu berfikir ini bakal jadi weekend yang buruk?" tanya Moro
"Huahahaahahahaaaa............"
"Huahahahahahahahaaa........"
Berdua mereka tertawa lepas.
"Kamu liat ngga cewek yang di pojok itu?" tanya Moro
"Emmm....yang pakai bustier Pink itu?"
"Yup"
"Kenapa?"
"Kulitnya bagus dan dandannya okey," kata Moro
"STD aja kok," jawab Wimo datar
"STD? Maksudnya?"
"Standar gitu lho,"
"Oh,........."
".............."
Dan perbincangan pun bergulir dengan hangat sampai akhirnya tidak terasa sudah agak larut. Bergegas mereka menuju Escudo Wimo dan meluncur pulang.
* * *
Gereja St. Maria; 16.00 WITA. December 2006. Zeda.
Aku seolah membeku di dalam ruangan yang penuh kehangatan ini. Semua orang memancarkan wajah-wajah kegembiraan, sementara aku tenggelam dalam duka yang panjang. Hari ini, mantan suamiku Moro Stephen Gaulo akan menikah dengan Dinda Paramitha, sahabatku, juga mantan kekasihku. Aku benar-benar tidak menyangka jika wanita itu adalah Dinda. Dindaku. Apakah dia telah sembuh sekarang? Apakah dia telah normal sekarang? Aku melayangkan pandanganku dan tiba-tiba, mataku bertemu dengan mata Wimo. Laki-laki bangsat itu juga ada di sini. Tapi tubuh dan jiwaku sudah teramat lelah untuk marah dan merasa muak. Aku lelah, betul-betul lelah. Saat aku merasa aku sudah mampu mencintai seorang laki-laki, laki-laki itu kemudian pergi meninggalkan luka yang tidak kalah dalamnya jika dibandingkan dengan perlakuan Wimo ke padaku tempo hari. Ya, Tuhan! Mengapa kau mengutukku seperti ini? Tidakkah Kau mengampuni dosa-dosa yang pernah aku lakukan????
Gereja St. maria; 16.00 WITA. December 2006. Wimo.
Aku betul-betul tidak menyangka akan bertemu Zeda di sini. Sekian belas tahun telah lewat sejak aku mengenalnya dan kemudian pergi dari kehidupannya. Di tengah kegalauan jiwaku, aku berusaha membuktikan kepada diriku sendiri bahwa aku mampu mencintai seorang wanita. Bahwa orientasi seks ku kepada sesama jenisku hanyalah imajinasi-imajinasi semuku belaka. Saat dia hamil, aku terkejut, ternyata aku mampu menggauli seorang wanita, walaupun tetap terasa hambar. Aku tidak mampu mencintai. Bersetubuh dengannya dan membayangkan diriku melakukannya dengan lelaki-lelaki impianku membuatku serasa mampu menikmati seks itu. Hah!
Aku shock. Akhirnya aku harus menyaksikan Moro, lelaki yang sangat aku cintai, menikah dengan mantan istriku, Dinda. Wanita yang mau menerima aku apa adanya. Tapi kesabaran seorang manusia pasti ada batasnya. Akhirnya dia menyerah. Bagaimana pun, dia menginginkan untuk memiliki keluarga yang utuh. Sementara aku tidak pernah mampu memuaskannya, apalgi membrinya keturunan. Aku masih sangat mencintai Moro. Kini dia sepertinya menemukan laki-laki yang mampu membahagiakannya. Tapi, mampukah Moro membahagiakannya sementara Moro pun seorang gay, sama seperti aku?
Hah! Life is difficult.
Gereja St. Maria. 16.00 WITA. December 2006. Dinda.
Aku gugup sekali. Yang pasti bukan karena aku akan menikah dengan Moro. Bukan juga karena kehadiran Wimo, mantan suamiku. Tapi karena aku menangkap kehadiran Zeda. Sekian tahun berpisah, aku berharap tidak lagi bertemu dengannya. Sekarang aku sudah sembuh dan aku sudah mampu mencintai seorang laki-laki. Yah, Moro. Laki-laki yang belasan tahun yang lalu menghancurkan kepercayaanku kepada kaum Adam. Aku masih sangat belia waktu itu, SMP kelas 3, sementara dia adalah mahasiswa salah satu universitas bergengsi di kotaku. Dengan mudahnya aku masuk ke dalam jerat cintanya dan menyerahkan keperawananku. Setelah itu dia menghilang begitu saja, membuatku membenci laki-laki dan mulai terjerat dalam dunia lesbian. Dengan Zeda. Wanita yang sempat mengisi hari-hariku dan membuatku kembali tersenyum.
Tapi kini Moro kembali padaku. Tidak ada alasan bagiku untuk menolaknya. Toh keperawananku dia yang mengambilnya. Yah, meskipun Wimi juga tidak kalah baiknya, tapi tetap, aku butuh untuk dinafkahi secara batin, apalagi sekarang aku sudah kembali menjadi wanita normal. Ah, Moro-ku. Love you.......
Tapi gugupku tak kunjung hilang. Apa yang harus aku lakukan jika seandainya Zeda datang menghampiriku dan membongkar aibku bahwa aku sempat menjalani hidup sebagai lesbian? Oh, Tuhan. Jangan biarkan hal itu terjadi dalam hidupku. Jika selama ini aku jarang berdoa dan seolah-olah aku mengabaikan keberadaan-Mu, Tuhan, tolong dengankan aku kali ini saja. Jangan kacaukan hidup hidup yang baru aku mulai ini, Ya Tuhan. Amin.
Gereja St. Maria; 16.00 WITA. December 2006. Moro.
Mengapa aku keringat dingin begini? Sial! Ngapain Wimo ke sini? Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, aku berharap dia enyah dari kehidupanku. Tujuh tahun telah lewat sejak terakhir kali aku berhubungan dengannya. Aku menjauh setelah aku sadar bahwa aku harus belajar untuk memiliki kehidupan normal dan mempunyai keturunan. Kemudian aku bertemu Zeda, wanita cantik yang walaupun agak tertutup, tapi sangat menyayangi aku. Aku pun berusaha belajar untuk mencintainya. Dua tahun aku belajar, dua tahun aku berusaha, akhirnya aku menyerah. Aku sangat putus asa. Aku tahu, mungkin aku tidak akan pernah bisa sembuh sampai suatu waktu aku bertemu dengan Dinda, document controller baru di kantorku. Dia sangat tertutup. Dia selalu menghindar dari ajakan teman-teman kantor untuk berkencan atau sekedar kongkow di cafe seusai jam kantor. Entah kenapa, aku selalu merasakan perasaan yang berbeda saat melihatnya. Inikah jatuh cinta? Apakah ini berarti aku telah sembuh? Oh, Tuhan! Jika ini adalah jalan untukku kembali kepada-Mu, maka muluskanlah jalanku untuk mendapatkan Dinda.
Dan Tuhan mengabulkan doa-doaku. Dinda pun akhirnya jatuh cinta kepadaku. Semua terasa begitu indah dan aku akhirnya mengabaikan Zeda. Dinda lah yang menyembuhkanku. Dinda lah yang sanggup menjadikanku laki-laki seutuhnya. Samapi kemudia Dinda mengandung anak kami dan aku terpaksa jujur pada Zeda. meski aku tahu, dia akan sangat terpukul.
Aku tidak pernah berniat menceraikan Zeda. Toh Dinda, meskipun tidak pernah bertemu dengan istriku, memaklumi hal tersebut. tapi Zeda tidak ingin diduakan. Dia memilih untuk berpisah, tepat dua tahun yang lalu, setelah aku mengungkapkan keinginanku untuk menikahi seorang wanita lain. Maafkan aku, Zeda. Tapi aku juga ingin hidup normal.
Gereja St. Maria; 16.20 WITA. Desember 2006.
Zeda
Hidupku benar-benar hancur rasanya. Tanpa suami atau orang yang mencintai. Tidak bijaksana jika aku membongkar rahasia Dinda, meskipun tanpa ia sadari, bahwa laki-laki yang menghamilinya adalah mantan suamiku. Mungkin aku harus cepat-cepat saja beranjak pergi dari sini, apalagi tadi aku sempat menangkap sosok Wimo, laki-laki bangsat yang merenggut keperawananku. Aku bertanya-tanya, ada hubuangan apa dia denga Moro atau keluarganya? Atau mungkin dengan Dinda dan keluarganya? Ah, entahlah.
Wimo
Mungkin bukan keputusan yang tepat untuk menceraikan Dinda dengan alasan aku tak mampu membahagiakannya, meskipun dia sangat sabar menghadapiku. Juga tidak bijaksana jika saja aku harus membongkar rahasia bahwa calon suaminya adalah seorang gay. Mungkinkah Moro sekarang sudah sembuh? Ah, jika belum, maka Dinda pasti akan merasakan hal yang sama ketika berumah tangga denganku. Hambar, tanpa energi, tanpa gairah. Semoga Tuhan membimbing keduanya.
Dan juga aku melihat Zeda. Api kebencian masih sarat di matanya meskipun tidak lagi berkobar seperti dulu. Ego atas pengakuan diriku sebagai laki-laki normal memaksaku untuk menodai cinta sucinya. Aku tahu dia hamil, tetapi aku tetap meninggalkannya. Sumpah mati! Aku masih jauh lebih tertarik pada kaumku. Tapi, by the way, apa hubungan Zeda dengan Moro atau keluarganya? Dia tidak mungkin bagian dari keluarga Dinda. Aku mengenal hampir semua keluarga mantan istriku.
Dinda
Tuhan! Sekali saja aku minta jangan kacaukan hari ini. Untuk pertama kalinya dalam hidup aku merasa bahagia. Mengapa ada Zeda di sini? masihkah dia mengejarku? Dan apakah sekian tahun yang telah lewat tidak melunturkan cintanya untukku? Atau, dia adalah keluarga jauh dari calon suamiku? Oh, Tuhan! Apa jadinya jika dia mendatangi suamiku yang membongkar aibku bahwa dulu aku seorang lesbian? Tolong aku, Tuhan!
Moro
Shit! Ngapain si Wimo di sini? Masihkah dia mengejarku? Setelah sekian tahun berlalu, masihkah dia memendam rasa kepadaku? Shit! Aku sudah sembuh, aku sudah normal sekarang. Aku ingin menjalani hidup dengan baik, tanpa bayang-bayang masa laluku. Aku tidak pernah takut jika dia membongkar aibku kepada calon istriku bahwa dulu aku seorang gay. Toh di hadapanTuhan, Pastor Fransisco, dan di hadapan Dinda aku telah mengakui masa laluku, bertobat, dan menyatakan siap untuk menjalani hidup baru yang?
Ah, persetanlah. Aku tahu, Dinda akan menerimaku apa adanya. Dinda yang akhirnya kembali ke dalam pelukanku meski sempat aku sakiti hatinya, sekian belas tahun yang lalu.
tapi aku betul-betul bertanya, ngapain Wimo di sini? Apakah dia keluaga jauh Dinda? Oh, Tuhan! Tolonglah aku. Muluskanlah semuanya. Amin
Pastor Fransisco
Tuhan! Lindungilah kami semua. Entah mengapa semua bisa berkumpul di satu tempat dan dalam waktu yang bersamaan pula. Mempelai pria ini pernah membuat pengakuan dosa sembari menunjukkan foto laki-laki yang dicintainya. Bagaimana tidak saya mengenal laki-laki dalam foto tersebut sebab beberapa hari sebelumnya dia juga datang, membuat pengakuan dosa yang sama, dan menunjukkan foto si mempelai pria. Juga aku teringat saat dia masih kuliah dan terpaksa harus keluar dari kota ini karena dia telah menghamili seorang gadis, yang tanpa dia tahu, akan dinikahi oleh lelaki teman gay-nya? Sementara mempelai wanita ini, adalah wanita yang sekian tahun yang lalu aku nikahkan dia dengan laki-laki itu, dan beberapa minggu menjelang pernikahannya ini, dia pun datang melakukan pengakuan dosa dan membawa sambil menunjukkan foto wanita yang pernah menjadi pasangan lesbinya. Bagaimana tidak aku mengenal wanita pasangannya sementara beberapa tahun yang lewat aku menikahkannya dengan si mempelai pria, kemudian dua tahun berselang ia kembali lagi padaku dan mengatakan bahwa dia akan bercerai dan merasa hidupnya hancur karena suaminya menghamili perempuan lain? Perempuan yang tanpa kita ketahui ternyata adalah pasangannya dulu.
Ah, Tuhan Sang Pengatur. Untuk pertama kalinya aku merasa gugup saat akan menikahkan sepasang anak Tuhan. Dan adakah mereka tahu, lingkaran yang tercpta di antara mereka.
Aku melangkah menuju altar, ada tugas yang harus diselesaikan.

Monday, December 11, 2006

CERPEN : Rayya & Aura



Crazy……I’m crazy for feeling so lonely
And crazy……
Crazy for feeling so……….

Ponselku bunyi. Bergegas aku meraihnya dan senyum-senyum sendiri. Pukul 04.55 subuh waktu Balikpapan dan suamiku sudah menelfon.
“Assalamu alaikum, Aura-ku”
“Waalaikum salam, Rayya-ku”
“Kapan balik?” tanyanya
“Tiga hari lagi. Kenapa, sayang? Subuh-subuh telfon bukannya tanya aku udah shalat apa belum, eh…malah nanya kapan baliknya,” candaku
“Emang ga boleh?”
Upppssss…………..
“Boleh kok, sayang. Tapi Rayya kan tau kalo aku baru balik tanggal 15 nanti. Tiga hari lagi, sayang,” bujukku
“BT tau ngga. Apa-apa sendiri, yang paling BT karena harus tidur sendiri, but it’s okey lah, asal jangan sering-sering aja kaya gini,”
“Iya……iya……Udah shalat belum?” tanyaku
“Belum,” jawabnya pendek
Otakku berfikir keras. Ngga biasanya Rayya-ku bersikap seperti ini. Ini bukan pertama kalinya aku berpisah jauh dengan dia, meski aku akui kali ini yang terlama. Sepuluh hari aku harus pisah dengan dia karena projek yang aku tangani kali ini jauh dari tempat tinggalku, Makassar. Baru kali ini aku kerja projek samapai ke luar pulau.
“Kenapa, sayang? Lagi sakit?”
“Ya”
“Sakit apa? Kapan mulainya? Udah minum obat?” tanyaku panik
“Sakit jiwa, obatnya jauh”
“Sakit jiwa?”
“Kangen tau! It’s been a week, Aura!”
“Hahahahaaaaa………Suamiku…Suamiku…….Love you, honey!”
Setelah 4 tahun menikah, setelah Dzaki dan Dhawy keluar dari rahimku, setelah total 8 tahun kebersamaan jika dihitung masa pacaran, laki-laki yang keras kepala dan (sedikit) egois ini baru saja mengatakan satu kata yang (sepertinya) belum pernah keluar dari bibirnya. Sedikit aneh dan……..
“Emangnya ga boleh apa kangen sama istri sendiri?”
“Oh, boleh dong sayang. Boleh banget. Harus malah. Cuma, maaf, kedengaran aneh aja, hehehee………Kamu jaraaaaang banget ngomong kangen ke aku,” jawabku
“Ya….yaaa gitu deh. Makanya cepat pulang. Obatnya itu kamu,”
“Iya, Insya Allah 3 hari lagi kan ketemu. Shalat dulu, sayang yah. 10 menit lagi aku telfon balik deh” bujukku
“Emmm……jangan 10 menit. Ngga cukup waktunya. 20 menit lagi deh,” tawarnya
“Dua puluh menit? Okay deh, bagus juga ditambahin shalat sunnat”
“Ngga, bukan buat shalat sunnat, aku mau junub dulu,” jawabnya
“Hah???? J U N U B? Kamu habis…………,” tanyaku ragu. Setelah seminggu ditinggal jauh, apa suamiku ngga bias nahan keinginannya dan mencari……
“Eh, Oon! Jangan mikir macem-macem deh. Dosa tau!”
“Terus, harus pake junub karena apa? Onani?” tanyaku
“Bodoh! Ngapain aku onani? Kaya ngga ada kerjaan lain aja?”
“Terus…….????”
“Kamu pasti ngga percaya,” pancingnya
“Apa?”
“I just got wet-dream,” jelasnya, malu-malu
“W H A T, honey? Wet dream? Huahahahahaaaaaa……..” aku ngga kuasa membendung tawaku. Gila! AKu ngga kebayang, suamiku yang umurnya dah 35 ini masih mimpi basah?
“Yah, emang ngga boleh? Siapa suruh kamu ngga ada. Pastilah aku kangen. 4 tahun menikah, paling lama aku pisah dengan kamu Cuma 3 hari. Ini, hari ke-8, siapa yang ngga blingsatan? C’mon, honey. Ini rutinitas, ngga ketemu yaaa pasti nyari lah,”
“Heheheee……..excited ngga?”
“Hehehehe……..” Rayya cuman tertawa, misterius
“Excited ngga?” tanyaku penasaran
“Yaa…..gimana yah?” jawabnya menngantung. Aku BT
“Sama siapa?”
“Apanya?” tanyanya pura-pura bego
“Sparing partnernya lah,” jawabku
“Oh, itu. Ngga tau. Mukanya ngga keliatan. Keliatan sih, tapi samar-samar gitu. Soalnya aku fokusnya ngga ke situ, hehehe……” jelasnya
“Ah, tau deh. Kalo gini aku cepat-cepat pulang aja ah,”
“Kamu juga pasti kangen aku kan?” tanyanya
“Yeee……..siapa bilang? Aku kangen ma anak-anak lah,” jawabku ngga mau kalah
“Iya deh……..Iya deh…..tapi cepat pulang ya, sayang. Manchester United banget gitu lho, “ bujuknya
Manchester United, MU, istilah kami sebagai plesetan dari Miss U, hehehehe….
“Ya. Udah ya telfonnya? Mandi dulu trus shalat. Ntar keburu abis waktunya,”
“Okah, honey. See u later,”
“Mmmmmmuach…….Assalamu alaikum,” pamitku
“Mmmmmmuach…….Mmmmmuach…….Waalaikum salam,” jawabnya
Hah! Aku juga kangen banget. Tidak terasa sudah 8 hari berpisah jauh. Esensinya pasti bukan pada hubungan badaniah, tapi kekosongan jiwa, tau bahwa pasangan kita tidak ada di dekat kita, secara ragawi, bisa saja menimbulkan perasaan janggal tersendiri.
Rutinitas-rutinitas yang berjalan sekian waktu menjadikan otomatisasi tersendiri bagi jiwa dan raga dalam menjalani keseharian. Mulai dari bangun tidur dengan diawali dengan kecupan-kecupan hangat dan mesra, shalat berjamaah, sarapan, berangkat ke kantor, keluar makan siang, pulang kantor, makan malam, berangkat tidur, bercinta, dan seterusnya.
Ah, aku kangen Rayya. Mungkin memang dia bukan laki-laki romantis, tapi yang pasti dia sangat care. Love My Rayya.

* * *

Pukul 17.00, Bandara Hasanuddin Makassar.
Senang sekali rasanya aku bias kembali ke tengah-tengah keluarga. Di pintu kedatangan aku menangkap sosok suamiku, si sulung Dzaki dan Dhawy dalam gendongan bapaknya.
Bergegas kuhampiri mereka, mengecup kening ketiga laki-laki yang sangat aku cintai itu kemudian menuju ke mobil dan beranjak pulang.
“Ngga ada makanan di rumah, Aura. Makan di luar aja yuk” kata suamiku
“Iya, boleh lah. Aku juga lapar nih,” jawabku
Lalu kami menuju ke salah satu mall di pusat kota untuk menyambangi resto fast food favorit kami sekeluarga.

* * *

Pukul 21.30, di rumah, kamar tidur kami.
“Capek banget ya, sayang?” tanya suamiku sambil memelukku mesra
“Ngga juga. Memangnya kenapa?” godaku
“Heheheeee………”
“Huahahaha…….Iya deh,”
“Tapi, maaf kalo duluan game over sebelum kamu. Maklum, lama ngga…..”
“Iya, sayang. Aku ngerti,” kataku, “tapi, aku ke toilet dulu yah. Ngga tau nih kenapa tiba-tiba mules,” lanjutku.
Sebenarnya sebel juga kenapa sakit perut menyerang pada momen-momen seperti ini. Ngga biasanya. Padahal sudah terbayang kehangatan tubuh suamiku dan lembut belaiannya. Apalagi aku kan jablai stelah 10 hari pisah dengan dia.
Bergegas aku ke kamar mandi. Melorotkan (maaf) CD lalu duduk di kloset. Tiba-tiba mataku terpaku pada satu hal. OMG PDA, Oh, my God! Please dong ah…!
Aku keluar dari kamar mandi dengan senyum-senyum. Suamiku pun senyum-senyum. Tangannya terbuka lebar dan aku pun langsung menghambur ke pelukannya. Tanpa basa-basi dia menghujani wajah dan bibirku dengan ciuman-ciuman hangat yang menggelora. Setelah beberapa saat, aku membebaskan bibirku dari bibirnya, sambil senyum-senyum dan mengatur nafas, aku bilang,
“Sayang, maaf. Aku haid,” kataku
“Oh……..?^!(^$!&$!%*#%*%#(!@$_” balasnya
Suamiku langsung memelukku erat. Meletakkan kepalanya di bahuku, dan berkata lirih,
“Puasaku berlanjut 7 hari lagi ya?”
Heheheeheheeeeeee……………….

Monday, November 20, 2006

RENUNGAN : Shalat



SHALAT. Seperti apa peduli kita tentang shalat kita? Seperti apa peduli kita untuk menyempurnakan shalat kita? Sebesar apa keinginan kita untuk berbicara dengan Dia Sang Khalik?
Ada satu hal unik yang saya lihat Minggu lalu. Setengah mati saya memohon supaya camera-ku tidak lowbet/mati karena saya mau mengabadikan hal unik tersebut.
Minggu, 12 November 2006, Pantai Kupu-Kupu Soroako. Sepanjang pantai orang ramai. Biasalah, weekend. banyak hal yang orang lakukan untuk menghabisakan waktu dan bersantai bersama keluarga. Kebanyakan yaaaah, barbeque-an di pantai. Sejak jam 11an saya sudah berhenti motret-motret karena baterai camdig-ku sekarat. Trus, sekelebat, ujung mataku menangkap kegiatan seorang pengunjung di tepi danau, dia membasuh tangan sampai siku, seperti gerakan wudhu, tapi kufikir, beliau cuma mencuci tangan setelah makan siang.
Tidak lama, si bapak itu menggelar sesuatu (berupa alas, entah apa), dan..........mulai shalat.
Subhanallah...........subhanallah............betapa kecintaan terhadap sesuatu hal, tidak mampu dihalangi oleh apapun. Tidak dengan alasan tidak ada air, tidak dengan alasan tidak ada tempat yang layak, tidak dengan alasan takut terlihat aneh di hadapan ratusan mereka-mereka yang melupakan Allah dan menggampangkan untuk "bertemu" dengannya pada kesempatan berikut.
Hari itu saya belajar. Hari itu saya tersadar, betapa selama ini kita menjadikan diri kita pongah sehingga kita yang mengatur waktu pertemuan kita dengan Sang Pemilik Jagat ini. Tanpa sadar, kita adalah setitik debu yang dapat dengan mudahnya disentil keluar.
Banyak dosa dan kekhilafan selama ini, yang menjadikan hati seperti batu dan wajah tanpa cahaya. Semoga Allah mengampuni, semoga Allah mau menuntun kembali.
Untuk Bapak yang saya betul2 tidak tau siapa dia, dari mana asalnya, banyak doa untuk bapak, semoga Allah merakhmati. Amin yaa rabbal 'alamiin.

Saturday, November 11, 2006

Pening (lagi)!

Pening. Lagi. Lagi pening. Lagi-lagi pening. Kenapa harus pening? Yaaaaah......pening karena tensi darah Emak sampai angka 210. Lho, kenapa aku yang pening ya? Mungkin karena dia emakku dan aku takut sesuatu yang lebih buruk bisa menimpanya.
Tambah pening. Pening banget. Benar-benar pening. Kenapa tambah pening? Yaaaaah.........pening karena pertengkaran-pertengakaran, kesalahpahaman-kesalahpahaman yang terjadi antara aku dan Mimen. Hah!!!!! Sebegini sulitnya kah menyatukan 2 hati untuk bisa saling berkompromi??????? Sekian lama aku selalu mencoba berkompromi terhadap semua keinginannya, semua hal yang dianggapnya benar karena dia adalah laki-laki dan dia adalah calon pemimpin untuk hidupnya, hidupku, hidup kami, keluarga kami. Tapi tidakkah dia bisa mencoba memahami orang lain dan mengenyahkan egosentrisnya???? Aaaah......Pening!
Super pening. Kepala rasanya mau pecah. Super duper pening. Melihat kerjaan yang seola-olah tanpa henti dan tidah ada habis-habisnya. Seolah-olah badanku ini mesin yang tidak mengenal lelah??? Aaaaaaaaaahhhhh............Aku butuh duduk, istirahat, tidur, atau sebuah pelukan yang hangat dari mereka yang menyayangiku. teman, sahabat, Emak, Bapak, Ade', atau calon suamiku.....Uuuuuuupppsssssss.......Bukan muhrim.......belum muhrim :-)
Capek bah!
* * *

Thursday, November 02, 2006

CURHAT : Pening!

Curhat of today :
Ma, tadi pagi Acce bangun jam 5, tepatnya Acce terbangun. Perutku sakiiiiiiit sekali. Mungkin karena semalam makan mangga. Padahal mangganya mangga manis. Akhirnya Acce nda pergi kantor karena perutku nda mau kompromi.
Ma, yang pasti badan Acce lemas sekali, dan entah kenapa, kepalaku juga pening minta ampun.
Ma, belakangan ini Acce sering sakit. Kenapa ya, Ma? Padahal makannya Acce teratur, tidur juga cukup. Shalatnya Acce yang bolong-bolong. Apa Acce yang diingatkan sama Allah ya, Ma?
Ma, kalo saat-saat begini, Acce sedih sekali. Ingat Mama. Kalo Acce sakit, Mama telaten sekali urus Acce. Mulai dari kompres, bikin bubur, pijat kepalanya Acce, sampe belikan buah atau kue. Acce kangen sekali sama Mama. Acce mau telfon tapi Acce takut nanti Acce menangis karena dengar suaranya Mama. Atau, apa Acce durhaka sama Mama karena belakangan ini suka kesal sama Mama??????
Mama, Acce suka marah-marah sama Mama karena Acce mau Mama tidak terlalu khawatirkan Acce, meskipun Acce jauh dari Mama. Mama masih suka liat Acce sebagai anak bayinya Mama, meskipun Acce sekarang sudah 25 tahun. Ah, Mama. Acce kangen mama.
Mama, nanti malam Acce mau tahajjud lagi. Mama suka ajar Acce untuk tahajjud toh? Mama pasti masih suka tahajjud sekarang kan? Acce tau, Mama suka berdoa untuk Acce.
Bapak, Acce juga kangen sama Bapak. Kemarin Bapak bela-belain kirimkan Acce tape, karena Bapak sudah janji mau bikinkan Acce tape. Bapak, terima kasih.
Cium sayang Acce untuk Mama sama Bapak. Acce baik-baik saja di sini. Semoga Mama sama Bapak juga begitu. Amin.

Wednesday, November 01, 2006

BELUM ADA JUDUL (Yang Pas)

Huuuuuffffttt.......
Aku gelisah. Banget. seluruh konsentrasiku buyar
Menjadi kepingan-kepingan kecil
Yang sulit kurangkai lagi menjadi
Sehingga aku seperti tidak terjaga, setengah terlelap
Tiba-tiba aku menemukanmu
membuatku seolah-olah merasa kembali hidup
Dan bahagiaku meluap-luap
Menemukanmu, serasa menemukan
Sebagian jiwaku yang hilang
Aku sadar, aku mencintaimu
Lebih dari aku mencintai diriku sendiri
Aku menjamahmu
Mengusap permukaanmu yang dingin
Tapi halus
Mulus
Perlahan aku menyentuhmu, hati-hati agar tidak melukaimu
Membuka penutup badanmu
Melihatmu telanjang di hadapanku
Menggairahkan, melecut nafsuku hingga ke ubun-ubun
perlahan aku menjilatimu
menelusuri badanmu dengan lidahku
Lalu kumasukkan sepotong badanmu ke mulutku
Kukulum dengan nikmat
Emmmhhh......ouuuuh.....mmmmmh.....
Nikmatnya badanmu
Membuatku memejamkan mata
Untuk sekedar menghayati kenikmatanmu
Perlahan kau pun mencair dalam mulutku
Memberiku rasa manis
Membuatku tenang, santai
Oh.....Apa yang lebih nikmat di dunia ini
Selain merasakan kenikmatan sebatang coklat
Ouuuggghhhh.........menghanyutkan

R. E. NAJEMY : Man & Woman



~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Women’s Complaints about Men
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
1. They are not understanding enough.
2. They are not sensitive to feelings and needs.
3. They are not affectionate enough.
4. They tend to bypass sexual foreplay, and are quick to ejaculate thus losing their sexual interest, before the woman is satisfied.
5. They do not communicate enough. They do not express their feelings and thoughts.
6. They do not pay enough attention to their partners.
7. They do not spend enough time at home with their children.
8. They do not help with order and cleanliness of the home.
9. They do not appreciate the work involved in keeping up the home or in bearing and bringing up children and do not compensate this contribution to family life.
10. They make decisions about work and life without regarding the woman’s or the family’s needs.
11. They create extramarital relationships


~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Men’s Complaints about Women
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
In the same groups I have found that men have the following complaints about women.
1. Women complain, criticize and nag too much.
2. They try to control and suppress men.
3. They are seldom happy.
4. They tend to withhold sex as a punishment or blackmail.
5. They do not think logically, but emotionally.
6. Their emotions are not predictable but change quickly especially due to hormones, during menstruation, pregnancy or menopause.
7. They tend to gossip.
8. They, too, create extramarital relationships.
9. They are not home enough (which for some men means - continuously)
10. They are not taking enough care of the home

~~~~~~~~~~~~~~~~~~
What Men Can Do to Help Their Relationship Partner's Feel Happier
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
(Most lessons are, of course, for both sexes.)
Men can learn to:
1. Be more understanding and sensitive of her needs.
2. Be more affectionate, tender, affirming and loving.
3. Approach her consciously and sensuously allowing their mutual sexual energy to gradually develop.
4. To communicate more openly their thoughts, feelings and needs.
5. Spend more quality time with their children.
6. Help out with the cleanliness and order of the home.
7. Appreciate, and where necessary, financially reward their partners for work done in the home.
8. Include all the family in decision making.
9. Be monogamous.
10. Understand that her criticism is often a function of the fact that her needs are not being fulfilled.
11. Overcome the fear of being controlled and be true to themselves in each situation.
12. Understand that women perceive situations differently and respect that.
13. Understand that women are often the victims of their hormonal changes and that this is not easy.
14. Understand that women, too, need to get out of the house and engage in activities, which interest them


~~~~~~~~~~~~~~~~~~
What Women Can Do to Help Their Relationship Partner's Feel Happier
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
(Most lessons are, of course, for both sexes.)
Women can learn to:1. Express their needs directly without complaining or nagging.
2. Trust their partner and allow him to function freely.
3. Focus on how grateful they are to have what they have.
4. Analyze situations from an even more logical point of view, especially when they suspect hormones are affecting them. (Or avoid reacting at those times.)
5. Avoid gossiping.
6. Be monogamous.
7. Find a balance between taking care of the home and asking the others for help.
8. Feel equal - neither superior nor inferior to men.
9. Understand that men have difficulty with communicating feelings and not take this personally.
10. Realize that their partner loves them even when he cannot be affectionate or tender.
11. Guide the man with their preferences in their sexual contact.
12. Radiate feelings of equality and self-confidence without competitiveness.
We need to transcend our differences and creating loving relationships.
May you and your family be well

Tuesday, October 31, 2006

PUISI : Muntah!

Aku mau muntah
Melihatmu melintas di hadapanku
Aku hampir muntah
Waktu kau singgah dan menyapaku, "Hai!"
Aku betul-betul mau muntah
Saat kau mengajak, "Nonton layar tancap di alun-alun yuk!"
Aku balik badan, berjalan 200 meter, kemudian muntah
Kemudian kuusap sudut bibirku, balik badan, singgah minum
Dan berjalan 200 meter, kembali ke arahmu
"Ayo!" Seruku, tanpa tau mengapa mau
Mau ikut, sekaligus mau muntah

Aku mau muntah
Melihatmu tanpa henti tertawa
Karena adegan-adegan kabur dari layar usang dan buram di hadapan kita
Aku hampir muntah
Saat tanganmu yang kasar meremas jemariku
Segera kuambil air yang tadi kau beli
Kuteguk sampai habis, agar tidak muntah
Dan aku perlahan menjadi tenang
Setenang yang tidak mampu aku duga
Dan tidak lagi ingin muntah
Meski kau di sampingku
Tepat di sampingku
Menyentuh garis samping tubuhku

Aku muntah
Muntah, mual, muntah, mual, muntah, mual, muntah
Setiap hari
Ada atau tidak kau di hadapanku
Entah mengapa aku terus menerus muntah
Apakah karena dirimu, atau karena air yang kau beli malam itu
Saat aku mau muntah, di alun-alun, di tengah-tengah film
Bisa jadi karena air itu
Yang aku minum tanpa ragu
Yang ternyata telah kau mantrai dengan kepicikan
Dan membuatku terlelap hingga jauh
Dan membiarkanmu memasukiku sejauh yang kamu mampu
Hingga aku selalu muntah
Muntah tanpa henti
Tidak pagi, siang, sore, atau malam
Tapi anehnya
Muntah tidak membuatku merasa lebih nyaman
Atau mengempiskan perutku
Malah membuatnya tambah membusung
Disertai muntah dan mual, mual dan muntah, mutah dan muntah

Aaaaaahhhhh...............
Kau membuatku muntah
Lahir dan batin

I Believe That I Can Fly


I used to think that I could not go on
And life was nothing but an awful song
But now I know the meaning of true love
I’m leaning on the everlasting arms

If I can see it, then I can do it
If I just believe it, there’s nothing to it

I believe I can fly
I believe I can touch the sky
I think about it every night and day
Spread my wings and fly away
I believe I can soar
I see me running through that open door
I believe I can fly
I believe I can fly
I believe I can fly

See I was on the verge of breaking down
Sometimes the silence can seem so loud
There are miracles in life I must achieve
But first I know it starts inside of me

Monday, October 30, 2006

CURHAT : Aku Pelacur


Aku pelacur. Yah, aku pelacur. Semua orang bilang aku pelacur. Aku keluar rumah saat orang-orang masuk ke rumah mereka masing-masing dan beranjak tidur. Saat anak-anakku telah terlelap dan menjelajahi ruang tanpa sekat dalam mimpi-mimpinya. Saat ibuku telah mengeluarkan suara mendengkur. Saat sepertiga malam pertama akan habis. Pukul 10.
Aku pelacur. Yah, aku pelacur. Semua orang bilang aku pelacur. Aku berdandan cantik dan berpakaian minim. Tubuhku memancarkan aroma eksotis yang membangkitkan gairah semua laki-laki normal yang menangkap baunya di udara, dan atau mengendusnya sejak dari kejauhan kemudian mengikutinya hingga tiba di tubuhku. Sebab belahan dada bajuku bergaris sangat rendah, yang memungkinkan mereka untuk melambungkan imajinasi mereka, dari pangkal ke ujung, dari dasar ke puncak, dari buah hingga ke puting payudaraku. Sebab aku Selalu berpakaian mini sehingga tangan-tangan itu, apakah kurus atau gemuk, apakah panjang atau pendek, mampu dengan leluasa mengulas pahaku kemudian menterjemahkannya ke dalam bahasa-bahasa isyarat dan hasrat. Sebab aku berpakaian mini dan bercelana dalam midi, sehingga tidak menyulitkanku untuk mengangkangkan surga di hadapan mereka yang mencari dan mampu membeli surgaku. Surga yang mahal. Yang murah di diriku adalah harga diriku. Sebab suaraku yang menemani mereka ngobrol senilai enam digit, sebab kerlingan-kerlinganku seharga tujuh digit, dan payudaraku, serta surgaku seharga delapan digit.
Aku pelacur. Yah, aku pelacur. Sebab aku menghabiskan sepertinga malam yang kedua di antara lampu-lampu yang berkelap-kelip tanpa henti, di antara kepulan asap rokok, di antara dentuman musik-musik yang memacu adrenalin, di antara pelukan-pelukan lawan jenis yang penuh birahi, di antara warna-warni cocktail, kemudian berakhir di antara peluh, liur, wangi parfum mahal, sperma, lendir, dan kadang juga air mata. Atau air yang mengucur deras dari shower. Bergantian antara panas dan dingin, yang seolah mampu membaca perasaan hatiku. Air yang kuharap mampu menghapus jejak-jejak belaian, usapan, remasan, ciuman, jilatan, dan hisapan dari mereka yang membeliku malam ini. Semua kulakukan di sepertiga malam yang kedua. Setiap malam. Hampir setiap malam. Dari senin sampai minggu, dari Januari ke Desember, dari dulu sampai.........
Aku pelacur. Yah, aku pelacur. Sebab aku membiarkan vaginaku disambangi berbagai penis. Dari yang coklat sampa yang hitam, dari yang pendek sampai yang panjang, dari yang lemah sampai yang perkasa. Dari Senin sampai Minggu, dari Januari hingga Desember.
Aku pelacur. Yah, aku pelacur. Di sepertinga malam yang kedua. Setelah semua ritual itu usai, aku pun pulang dan harus berada di rumah sebelum sepertinga malam yang kedua itu berakhir. Aku harus pulang. Tanpa diikuti oleh wangi tubuh laki-laki yang menggumuliku, tanpa dijejaki oleh liur dan sperma laki-laki yang meniduriku. Tanpa membawa cinta yang sempat hadir sesaat. Pulanglah aku sebelum sepertiga malam yang kedua selesai. Dengan badan bersih, seluruh badan bersih, dengan junub yang membasuhku.
Aku pelacur. Yah, aku pelacur. Meski aku tengah berada di rumah sebelum sepertiga malam yang kedua usai. Meskipun aku pulang dengan tubuh bersih. Meski pada saat aku pulang aku menyikat mulutku bersih-bersih, agar tidak ada rambut laki-laki yang entah siapa namanya tadi dan kemarin-kemarin itu tertinggal di sela-sela gigiku. Pukul 02 dini hari.
Aku pelacur. Yah, aku pelacur. Meski di awal sepertiga malam yang terakhir aku selalu menggelar sajadah dan bertahajjud. Meski lidahku tidak hanya mampu menari-nari di permukaan penis mereka-mereka yang memberiku rupiah, tetapi juga mampu melafadzkan dzikir dan doa-doa, dan juga memohon untuk pengampunan dan syafaat. Meski aku cuma mampu menjual tubuhku untuk menghidupi anak-anakku dan ibuku. Aku tetap pelacur.
Aku pelacur. Yah, aku pelacur. Yang tersungkur di atas sajadahku, di sepertiga malam terakhir. Aku meraung dalam bisu yang konkret, memohon kepada Dia. Tubuhku tidak lagi berbalur liur dari syahwat mereka, dan juga sperma-sperma mereka. Serta keringat-keringat mereka yang wangi. Tubuhku basah oleh keringat yang berbulir, menandakan ketakutanku akan tempat yang dikuasai olek Malik, tempat yang penuh dengan ganjaran abadi. Tubuhku basah oleh air mata yang mengalir sampai jauh, sampai ke belahan dadaku. Aku menangis tanpa bunyi, dan sunyi sepertiga malam terakhir ini menusukku sapai jauh, sampai ke tulangku. Kemudian tubuhku mengejang, dan semuanya menjadi gelap. Aku (sepertinya) mati.
(Especially dedicated to all Pelacur out there; life's hard, but never run away from God. God knows everything, even those which are in the bottom of our heart)

Thursday, October 19, 2006

I WISPHER, I SPEAK, I SHOUTED.......


I always, eventhough not often, wondering to God, " Why life is so complicated?". Then I Spent years before I found the answer, that we are not suppose to analize life. Just let it flow. Analyze that make it more complicated.
Other question was, "Why we (people) seldom feel happy?". Then somebody told me that today is tomorrow that I was worry about yesterday. We were worry because we analized. Worrying became a habbit, that's why we are seldom to feel happy.
Then, my next question is, "Why good people always suffer in their life?". Then many amazing people gave me same analogy. Suppose that you are diamond. Diamonds can not be bright without proceed and give friction to its surface. Gold only could proceed with fire. Then someone, could not be better without experiences. Experiences that could make people better than before.
Success is indicator that made by others. Otherwise, satisfaction is indicator that made by ourselves. Knowing the aim of life will make us satisfy than knowing that we are stepping the life on. Always count things that you need to thank God for it, do not count all things that you can not achieve. Just infacing your past life with no sorry, keep your present life with belief, then prepare your future with no fear. Trust me, life is beautifel when you know how to live.
(Inspired of N.N)

Saturday, October 14, 2006

PUISI : Trilogi_Benci


Benci membuat masa lalu menjadi menyakitkan
Benci menguapkan cinta dan menjadikannya amarah
Benci membuat nurani menjadi sempit
Benci membuat ego menjadi raja
Tapi benci seorang wanita kepada kekasihnya
Adalah limit waktu yang sama dengan nol
Benci itu tidak pernah ada

PUISI : Trilogi_Rindu

Rindu membuat jarak menjadi sempit
Rindu membuat waktu menjadi panjang
Rindu membuat hati menjadi gamang
Tapi rindu seorang wanita untuk kekasihnya
Adalah energi-energi kecil yang indah

Friday, October 13, 2006

PUISI : Trilogi_Cinta


Cinta membuat beda menjadi indah
Cinta membuat rasa menjadi kaya
Cinta membuat jiwa menjadi lapang
Menghargai cinta adalah menghargai setiap perbedaan
Meredam emosi
Dan menjadi sosok-sosok yang bijaksana
Dalam berfikir dan bertingkah laku

Thursday, October 12, 2006


"La vie vient juste de commencer
et c'est tellement merveilleux
de saviour que seras toujours a mes cotes"

PUISI : Minggu Penuh Amarah

Minggu penuh amarah
Berwarna merah
Dan juga ada gelisah
Yang membuncah-buncah
Hendak tumpah
Menatap sundal-sundal murah
Yang tidak punya peluh

Minggu penuh gelisah
Dan ada juga amarah
Serta sundal-sundal murah
Memakai sandal-sandal merah
Dan berjalan dengan langkah tertatih
Karena luka hati yang parah

Minggu penuh amarah
Dan juga gelisah Serta hati yang memerah
Pedih
Pedih banget gitu loh
Siapa suruh punya kekasih?

PUISI : Minggu Abu-Abu

Minggu-minggu abu-abu
Minggu-minggu kelabu
Pernahkah kau bertanya pada dirimu?
Jauh ke dalam hatimu
Dan berkata sejujurnya, mengaku
Bahwa orang yang kau kenal menurutmu
Adalah seonggok debu
Sebenarnya tidak kau tahu
Kabur, kelabu, abu-abu
Membuatmu jadi seperti orang dungu
Yang terpekur sendu
Dan bertanya pada sepi yang bisu
Mana kekasihku?
Dan dijawabnya sambil lalu
Adakah kekasihmu?
Kemudian kau berseru
Tentu!
Dan dia bertanya lugu
Adakah untuknya cintamu?
Entah mengapa, kau terdiam, ragu-ragu

Wednesday, October 11, 2006

ChocolateCuppyCakes



ChocolateCuppyCake

Yummy.....Delicious....The most Delicious in the world....

Tuesday, October 10, 2006

HASH RUN

1

"Hashing is a state of mind- a friendship of kindred spirits joined together for the sole purpose of reliving their childhood or fraternity days, releasing the tensions of everyday life, and generally, acting a fool amongst others who will not judge you or measure you by anything more than your sense of humor."Stray Dog


Hash House Harriers
The Hash House Harriers (commonly abbreviated "HHH" or "H3" and referred to as "The Hash") is a more social version of
Hare and Hounds, where one joins a pack of hounds (runners) to chase down the trail set by a hare or hares (other runners), then gather together for a bit of social activity known as the On In or Down Down with refreshment, humorous camaraderie, song and sometimes a feast.
The organization of the HHH is completely decentralized, with chapters allowed to form and disband at any time and in any place. It has more than 1700 groups in every major city in the world.

History
Hashing began in
Kuala Lumpur, Malaysia, in 1938, when a small group of British colonial officials and expatriates, led by a British accountant of Catalan descent A.S Gispert, founded a running club called the Hash House Harriers. As bachelors, they were billeted in the Selangor Club Annex, known locally as the Hash House, because of its monotonous food. After running for some months they were approached by the Registrar of Societies, who advised them that, as they were a "group" they would require a Constitution (the aims of which are reproduced below) and a name. A.S. Gispert (known as "G") suggested the name. Hash House Harrier runs were patterned after the traditional British paper chase. A hare was given a head start to blaze a trail, marking his devious way with shreds of paper, all the while pursued by a shouting pack of "harriers." Only the hare knew where he was going...the harriers followed his clues to stay on trail. Apart from the excitement of chasing the hare and solving the clues, reaching the end was its own reward...for there, thirsty harriers would find a tub of iced beer.


How it is done
Hashing hasn't strayed far from its Kuala Lumpur roots. A typical hash kennel (local chapter or group) today is a loosely-organized group of 20-100 men and women who meet weekly or bi-weekly to chase the hare (the person(s) leading the trail who leaves the appropriate marks on the ground, trees etc. for the pack to follow). Not all groups are co-ed, though, and some chapters in major metropolitan areas have well more than 100 hashers at an event. While strips of paper have previously been used to mark trail, it has generally been replaced with flour or chalk and toilet paper sometimes used in off-road areas that would make the other marks difficult to see. Generally any mark used to mark trail is called a 'hash mark'. In tropical areas such as Brunei and Indonesia, different colored paper is used due to wet conditions. Trails are usually laid after the hare gets the head start (often 5-10 minutes) from the pack in what is called a 'live trail', though it can be laid in advance of the run for a 'dead trail'. There may be one or more beer stops(aka, checks), along the way with the hare either pre-caching a cooler of beer, or having the trail go to a prearranged meeting spot with the beer truck which is generally a personal vehicle that someone is using to transport a keg or cooler of drinks, snacks, and beer along with the hash's gear. The general intent of the pack is to attempt to catch the 'hare' before they finish the trail and get to the end. In efforts to do this, some pack members might 'range', or go off trail if they can guess where the hare may go, in attempts to head off the hare. Generally such a form of athleticism is frowned on by some of the more socially minded kennels.
A trail marking of the
Brisbane Hash House Harriers. This marking is a few days old, and thus, slightly harder to see than when the actual hash occurred.
To make the run interesting, the hare can set the trail through literally any kind of terrain with only the imagination being the limitation. The trails can go through residential areas, forests, or swamps with anything off-road generally called 'shiggy'. Such shiggy might be classified in levels with the first being a path through a park or dirt road while the last might have the pack going through a quarter mile of chest deep, shoe-sucking swamp. The pack never knows where a trail will go or where it may lead and are often advised to bring a change of clothes and shoes to be used after the trail is complete. A trail may be an 'A to A' where the start and ending location are in the same place or an 'A to B' where the start and end are at different spots. Hashers may run through streets, back alleyways, or shopping malls, ford streams, climb fences, explore storm drains, run through huge jungles and scale cliffs. And although some (but perhaps very few) of today's health-conscious hashers may shun a cold beer in favor of water or a diet soda, a trail's end is still a party.
Often the hare will employ several tricks in attempts to slow the pack and even generally try to keep a pack consisting of runners and walkers together. The hare may mark an intersection generally called a 'check' that signifies that the trail continues within a 360 degree area from that point. Several false trails may lead from that check and it is up to the front runners to 'solve' the trail by going out and determining what might actually be the correct path, or 'true trail'. Once the true way has been determined then that runner may mark the check to indicate the proper direction so that anyone to come up it later (such as the walker, other runners, or anyone arriving late) will not have to figure it out. The pack will generally carry whistles, horns, or other audible means of communicating in order to assist each other on trail and keep from getting lost. A member of the pack calling out 'Are you?' means to know if another individual is searching for the true trail, typically near a check (or intersection), or is on the correct path. Someone will typically call out either 'Checking!' to indicate that they are looking for the trail or 'On-On', or blow their whistle or horn three times, to signify that they are on the true trail and that the pack should follow them.
A false trail may be marked one of several ways including a 'bad trail' mark consisting of three parallel lines, a mark of 'YBF' (short for 'You've been fooled' or 'You've been F**ked'), or a mark of 'CB #' (Count back with some number). The first two marks indicate that the runner must return to the most recent check point and then attempt to find the trail again. The 'count back' would mean that the runner must count back the indicated number of hash marks and then use that point to look for the next hash mark that might be hidden behind a tree, light pole, car tire, etc. An arrow on the ground with three parallel lines through it is known as a 'true trail arrow' and signifies to the pack that they are on the real trail and are not following some fake or bad trail. Other signs used might include a 'BN' that means there is a beer stop nearby, 'BS' signifying that the runner is now at the beer stop and should either look for the stashed beverages nearby or wait for the beer truck to arrive (depending on the instructions given by the hare before the start of trail), or 'HH' that is a 'hash halt' command that tells the runners that they must wait until at least the first of the walkers show up so that the hare might have a bit more time to get ahead.
At trail's end hashers gather to drink beer and observe so-called religious ceremonies, the 'Circle', which consists of drinking more beer; this time ritualistically. Circles may be led by the hash Grandmaster, the group's Religious Adviser, or by a committee of mismanagement. Traditions and the degree of rowdiness vary from hash to hash, but in general the Circle consists of awarding "Down-Downs" for misdemeanors real, imagined, or blatantly made up, and the recipients will most likely have been dobbed in by their fellow hashers. Generally all the activities will include some level of singing of what are best describe as drinking songs as would be heard in an old pub, rugby match, fraternity party, or other such social gathering. At the conclusion of the 'Circle', the hashers head to the 'On-After' which may consist of a nearby restaurant or pub for grub and libations with which to wash it down. This is the social part of the hash, and the party usually will last from one hour to several hours, as they tell stories, have fun, and enjoy everyone's company

Naming
All hares got name after a few runs. In here, Soroako for example, the hares got funny names like; Tinkerbell, Kontol Keras, Lap Dog, Sunny Side Up, Suck Me Silly, Collapsed Erection, D Cup, and many more.

Special Events
Sometimes a kennel will conduct a special event in place of a normal hash, that can consist of anything from a house party, camp out, or pub crawl. One of the most famous events is known as the '
Red Dress Run' and is held by most local chapters once a year. This tradition began in San Diego when a virgin (new) hasher showed up for a run wearing a red dress (having been ill informed of what to expect). When she next returned, other hashers decided to wear a red dress as a joke; with it soon becoming an annual event and eventually spreading across the nation. During this event, which can be either a normal hash run or a simple pub crawl, everyone (yes, guys too) is to wear something red and dress-like, not specifically just a red dress. The idea is to just get crazy and have fun with ideas ranging from red body latex paint, to red duct tape, red sarongs, or a normal lovely summer dress with all extremes being pretty well accepted. Hashers can usually be found digging through the racks at the local thrift stores a short time before the event. This is typically the largest event of the year for any kennel (local hash group) with previous attendance numbers can be up to 2,000 (as seen in San Diego for a couple of years) to 500-600 in places such as Washington DC or New Orleans every year. Other variations of a theme can be see as kennels might also host a green dress run (often held around St. Patrick's day), lingerie hash, or even a clown hash where everyone wears the appropriate themed outfit for the run or pub crawl.
Worldwide International Hash
There are several international events, where hashers from different groups get together to run and drink beer together, but the most famous is the biennial Interhash, where hashers from around the world gather. The next Interhash —
Chiang Mai 2006, may offer runs in Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, Cambodia and South West China.
1978
Hong Kong
1980
Kuala Lumpur, Malaysia
1982
Jakarta, Indonesia
1984
Sydney, Australia
1986
Pattaya, Thailand
1988
Bali, Indonesia
1990
Manila, Philippines
1992
Phuket, Thailand
1994
Rotorua, New Zealand
1996
Limassol, Cyprus
1998
Kuala Lumpur, Malaysia
2000
Tasmania, Australia
2002
Goa, India
2004
Cardiff, Wales
2006
Chiang Mai, Thailand

Regresa A Mi


No me abandones asi
Hablando solo de ti
Ven y devuelveme al fin la sonrisa que se fue
Une ves mas tocar tu piel y hondo suspirar
Recuperemous lo que se ha perdido
Regresa a mi
Quereme otra vez
Borra el dolor que al irte me dio
Cuando te separaste de mi
Dime que si
Ya no queiro llorar
Regresa a mi

Monday, October 09, 2006

CERPEN : STILETTO!

Aura. Rumah. Menunggu Iwan.
Lagi BT banget. Nungguin suami yang belum keliatan batang idungnya. Padahal sudah jam 8 malam. Malam ulang tahunku pula. Sedih. Iwan ke mana ya? jam kerja berakhir 3 jam lalu. Tidak ada alasan sama sekali untuk dia pulang telat, kalaupun ada, kenapa dia tidak berkabar.
08524230****
/bila yang tertulis untukku adalah yang terbaik bagimu/kan kujadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku/namun takkan mudah bagiku meninggalkan jejak hidupmu/yang tlah terukir abadi/………………………………………….
Nada sambungnya masih terdengar setelah beberapa kali berulang sebelum kuakhiri panggilanku ke HP-nya. Belakangan ini dia memang malas menjawab telefon. Entah kenapa. Males terpecah aja konsentrasi katanya. Tidak beralasan.
Aku menunggu. Menit demi menit berlalu. 1 jam berlalu. D’cafĂ© sudah 2 kali menelfon untuk konfirmasi bookingan meja untuk dinner dengan suamiku malam ini. Akhirnya terpaksa kubatalkan. Selera makanku pun sudah hilang. Entah menguap ke mana. Hilang tanpa bekas. Aku duduk sendiri di depan teras. Begitu teganya Iwan membiarkanku menunggu. Di hari ulang tahunku. Tanpa kabar, ia hilang.

* * *

Iwan. Pesta. Melupakan Aura.
Gue, Adit, Fariz, dan si sexy Maylan lagi di rumah Maylan. Ada party malam ini, ulang tahun Maylan. Gila! Cantik banget dia malam ini. Kulitnya yang putih bersih terbungkus sackdress hitam yang elegan.
Bukan rahasia lagi. Maylan yang cantik tertarik padaku. Bukan cuman aku yang rasa, anak-anak juga bilang seperti itu. Perhatiannya itu lho, mulai dari menyapaku tiap pagi saat masuk kantor, memperhatikan noda kopi di dasiku, Bantu aku nyiapin materi presentase, sampai (kadang-kadang) rela mengantarku pulang kalo mobil lagi dipake istriku. Padahal dia tahu kalo aku a married man. Tapi dia sepertinya no problemo. Tipikal wanita eropa yang none of other business, tidak mau pusing, tidak mau repot dengan urusan orang lain. Maylan memang separuh londo, ibunya Jawa, tapi sepertinya kultur eropanya lebih kuat.
Tapi aku sudah punya Aura, istriku. Tidak bijaksana memang membandingkan Aura dengan Maylan. Aura kalah banyak. Dari segi fisik, Maylan menang banyak. Dia juga seorang wanita berwawasan luas. Dan yang pasti, G A U L.. dia bisa cheer up people life. Orang tidak akan pernah bosan di sisinya. Beruntungnya aku ini. Hmmmmm…….Maylan.
“Dear, some more drinks?” tanyanya sambil mengecup lembut pipiku.
“No, cukup, Maylan. Aku nyetir pulang nanti. Ini aja aku udah separuh mabuk liat kamu cantik sekali malam ini,” jawabku.
“Ohohohohoo…………crocodile! Playboy! Would you like to dance with me?” ajaknya.
“Sure!”
Di tengah pesta. Di antara suara lembut Witney Houston dengan I Will Always Love You-nya, ada aku memeluk Maylan. Berdansa perlahan-lahan. Menikmati puber keduaku. Menikmati kulit punggungnya yang halus. Menikmati wanginya Estee Lauder Pleasure dari tubuhnya. I am a lucky man. A lucky man.

* * *

Aura. Di rumah. Tertidur di teras.
Aku tersentak bangun. Brrrr……….dingin sekali. Rupanya aku tertidur di teras. Jam berapa ini? God, 00.33 dini hari.
Iwan belum pulang. Tidak ada kabar. Apalagi ucapan selamat ulang tahun. Aku benar-benar cemas. Ini bukan kali pertama dia pulang telat. Tapi ini tanpa kabar, tanpa alasan. Aku mencoba menghubungi Adit dan Fariz. Out of coverage area. Aku cemas. Siapa tau terjadi sesuatu pada suamiku. Perasaanku sedikit tidak enak. Yaa Allah, mana suamiku????
Mending aku masuk dulu. Coba menenangkan fikiran. Seduh teh hangat. Kamu di mana, Wan? Kenapa tidak kabari aku ke rumah? Tanpa terasa, aku menangis. Lelah, putus asa.
Hubungan kami belakangan ini agak dingin. Dia seringkali menghindar, pulang malam, bahkan kadang-kadang terlihat tidak mood berbicara denganku. Semula kufikir dia stress karena kerjaaannya, tapi………….
Dia berubah. Harus aku akui. Tapi kenapa? Tidak ada yang berubah dari diriku. Aku masih seorang Aura yang penuh dengan cinta untuknya. Melayaninya, mengurus segala kebutuhannya, dan semuanya. Atau…….apa dia tertarik dengan perempuan lain? Tidak mungkin. Dia cuma mencintaiku. Itu kan yang sering dikatakannya selama ini? Tapi, kapan ya terakhir dia bilang itu? Ulang tahunku yang kemarin? Ulang tahun perkawinan kami yang ke-9 tahun kemarin? Sepertinya memang sudah agak lama aku tidak mendengarnya mengatakan aku cantik.
Karena memang aku tidak cantik lagi? Atau, apa memang tidak pernah cantik ya? lalu aku bringsut ke depan cermin. Perlahan berdiri, megangkat muka, dan memandangi seluruh tubuhku di depan cermin. Hah! Sudah berapa lama ya aku berhenti mengurus badanku? Sejak si kembar Dhawy dan Dhiya lahir? Sejak bidadari kecilku Aliyah lahir? 4 tahun yang lalu????? God! Selama itukah aku membiarkan diriku lecek, kumal seperti ini?
Aku terpaku di depan cermin besarku. Melihat sosok Aura yang utuh dengan kulit muka yang kusam, payudara yang sudah turun, badan yang gembrot tanpa lekuk. Totally uninteresting. Am I this bad?
Tahun-tahun panjang aku lewati dan menikmati kehidupanku sebagai istri dan ibu dari 3 malaikat kecilku. Lambat laun aku mulai lupa untuk mengurus diriku. Hubungan yang terjalin antara aku dan Iwan selama ini baik-baik saja kufikir, dengan aku yang mengurus segala kebutuhannya dan kebutuhan anak-anak kami, dengan aku yang mengantarnya bekerja dan menungguinya pulang, dan dia yang bertebar untuk memberikan penghidupan bagi kami.
Hubungan yang tercipta adalah saling pengertian dan saling percaya, bukan lagi waktu-waktu yang dihabiskan dengan kata-kata mesra dan cinta yang menggairahkan.
Aku wanita 30 tahun. Iwan adalah pria 31 tahun. Kami masih sangat muda dengan 9 tahun usia pernikahan. Dan setelah sekian waktu, apakah Iwan masih menginginkan saya untuk tampil seperti 9 tahun yang lalu? Apakah dia masih menginginkan saya utuh seperti pertama kali kami bertemu, pacaran, menikah, dan bercinta? Sementara dari rahim saya sudah ada Dhawy, Dhiya, dan Aliyah???????
Tidak adil! Sangat tidak adil. Tapi dia tidak mungkin selingkuh! Aku tau, cuman aku yang dia cintai!

* * *

Iwan. Di rumah Maylan. Memeluk Maylan.
Jam berapa ini? God, 00.33 dini hari. Aura pasti tengah kebingungan mencariku. Huh, alasan apalagi yang akan kukatakan. Mudah-mudahan wangi parfum Maylan tidak menempel di badanku. Atau aku perlu mandi sebelum pulang. Persetan! Aku pulang besok pagi saja. Aku masih ingin bercinta dengan Maylan subuh nanti.
Aku memang telah melakukan hal gila. Bersetubuh dengan wanita yang bukan istriku. Tapi, kucing mana yang menolak ikan segar? Hmmm…….Berapa lama aku tidak merakan gairah perempuan muda yang wangi dan menarik? Sudah berapa lama aku tidak merasakan lekuk kesempurnaan seorang wanita? Aura sudah tidak lagi berbentuk. Lemak memenuhi tubuhnya, dan payudaranya yang tidak lagi kencang. Seks hanya simbolis hubungan kami sekarang ini, meskipun Aura masih sangat menikmatinya. Tapi aku tidak lagi. Yaaah….kadang-kadang saja, jika kantung spermaku sudah sangat penuh dan aku tidak punya kesempatan untuk onani. Huh!
Capek. Aku mau tidur.

* * *

Maylan. 05.10 subuh. Terbangun kaget.
Hah? Siapa laki-laki di temapt tidurku…..???? Oh, hahahaha……… Si tampan Iwan. Aaaah…..akhirnya aku mendapatkan dia utuh. Dia lebih pantas untukku, dibanding dengan istrinya yang gembrot itu. Huh! Salah dia sendiri tidak bisa jaga diri dan suaminya. Untung di aku. Hehehehe…….
Aku beringsut mendekati Iwan. Merapatkan tubuhku. Merasakan kehangatan yang mengaliri seluruh tubuhku. Dia mendekapku. Merasakan kehadiranku. Membuka mata, perlahan-lahan. Mulai menciumku………………….

* * *

Aura. Duduk di kloset. Pukul 23.00.
Aku tahu ada yang berubah dari suamiku. Dan aku terlalu percaya padanya sehingga mengabaikan kata hatiku sendiri. Tapi aku tidak pernah menduga, separah ini dia berubah.
Kami bercinta tadi. Dia bilang bahwa dia sangat merindukan aku. Tapi.........

* * *

Pukul 09.00 malam. Bunyi mobil memasuki garasi. Suamiku pulang.
Aku terbangun kaget. Bergegas aku ke kamar mandi, membersihkan badan seadanya. Aku masih punya cukup waktu karena biasanya dia akan langsung baca Koran, atau menengok anak-anak kami di kamarnya. Aku baru selesai menyapukan bedak, tiba-tiba dia masuk dan memelukku. Menghujani leherku dengan ciuman. Ada apa ini? Setelah tiga minggu tanpa seks, dia tiba-tiba menghampiriku dengan menggebu-gebu.
Semuanya tanpa-kata-kata. Dia mulai menciumku, menggerayangi tubuhku. Begitu tidak terkendali hingga aku nyaris kehabisan nafas mengimbanginya. Dia terus berpacu dengan hasratnya, sementara aku masih sibuk dengan sejuta pertanyaan dalam benakku. Oh, sepertinya dia sudah hampir sampai. Momen paling indah, menyaksikan suami yang kita cintai menikmati keindahan dunia dalam pelukan kita, menikmati.......
“Lan......Maylan.......Maylaaaan!!!!!!!!”
Badanku mengejang seiring dengan tubuhnya. Tapi bukan karena sebuah orgasme yang indah. Tapi karena aku mendengarnya meracau, menyebut nama orang lain di ujung hasratnya. Maylan. Siapa Maylan??????
Aura. Duduk di kloset. Pukul 23.00.
Aku baru membersihkan diri. Aku serasa tak lagi sanggup berdiri. Badanku serasa remuk, begitu pula hatiku. Maylan. Inikah jawaban dari keglauanku selama ini??? Inikah jawaban dari pulang larut malamnya suamiku di hari-hari kemarin???? Inikah yang membuatnya begitu bersemangat di hari-hari belakangan ini?
Yaa, Tuhan! Sanggupkah aku menerima hal yang lebih nyata dari ini????
Aku terduduk. Di kloset. Sementara suamiku tertidur, tanpa ia tahu, ia telah menggali lubang tempat ia menguburkan kebohongannya yang busuk itu, sendiri.

* * *

Aura. Iwan. Ruang sidang 1, Pengadilan Agama Negeri.
Kami berjabat tangan, tanda perdamaian. Tanda bahwa aku menerima semuanya. Gugatan cerai yang aku kabulkan diterima, dan putusan telah jatuh. 9 minggu setelah hubungan seksku yang terakhir malam itu, dengan Iwan, suamiku.
Di hadapanku berdiri ketiga anakku yang masih kecil dan menjadi hak asuhku. Juga berdiri satu sosok wanita cantik, langsing, berkulit kuning langsat dan menarik. Oh, inikah yang bernama Maylan? Aku pun menyalaminya. Tanpa ekspresi. Tanpa emosi. Sudahlah, sudah cukup tekanan batinku selama menjalani proses cerai ini. Sudahlah.
Aku menggendong aura, sementara si kembar berjalan di belakangku. Aku tahu hidupku tidak akan mudah, tapi aku akan berusaha.

* * *

Aura. Sembilan tahun lewat.
Sebentar lagi pukul 13.00 siang. Aku ada janji makan siang dengan anak-anakku di mall. Bergegas kuambil kunci mobil dan memasang sepatuku. Makan siang bersama menjadi agenda wajibku bersama anak-anak. Pekerjaanku di biro konsultan menjadikanku sangat sibuk sehingga aku harus pandai mengatur waktu, tidak terkecuali untuk anak-anakku.
Aku aura. Wanita di awal 40 dengan kemapanan dan kesuksesan hidup. Sukses karena aku adalah Construction Manager di Biro konsultan terbesar di kotaku, sukses karena anak-anakku tumbuh menjadi orang-orang yang berprestasi di sekolah, dan sukses memangkas lemak-lemak di tubuhku. Meskipun ada gurat halus tanda penuaan di sudut mataku. Aku tidak pernah risau. Dan juga meski aku masih sendiri, aku tak pernah risau.

* * *

Aura. The Sultan Hotel Jakarta. Company gathering.
Ada pertemuan akbar kantorku malam ini. Aku datang, seperti biasa, tampil anggun dengan kerudung, dan elegan dengan stiletto. Berjalan memasuki hall pesta, diiringi anak-anakku. Aku menyapa semua rekan kerja dana bawahanku yang aku temui. Hari ini aku bahagia. Aku mendapat award dari kantor pusat Singapore, atas keberhasilanku memimpin pelaksanaan mega proyek jembatan layang di Megapolitan ini. Aku bahagia.
Tiba-tiba mataku tertumbuk pada satu sosok. Laki-laki berkulit putih dengan tatapan mata kosong ke arahku. Iwankah dia?
Aku mendekat, memastikan penglihatanku. Kemudian dia tersenyum. Senyum yang menampakkan giginya yang rapi, namun tidak lagi bersih seperti 9 tahun lalu aku lihat. Dan badannya yang tidak lagi setegap dulu. Dengan kaku dia menyapaku. Kulayangkan pandanganku mencari Maylan-nya. Tak kutemukan. Kami menjauh dari keramaian karena matanya menyiratkan keinginan untuk bercerita, dan bahunya terlihat sangat berat memikul beban. Aku ingin mendengarnya bercerita.

* * *

Aura. Di dalam mobil. Pukul 00.35
Yah, seperti nilah hidup. Berputar dengan rotasi yang tidak beraturan, mengkuti kehendak Sang Khalik. Iwan melewati tahun-tahun Panjang dengan wanita yang dia puja, yang sanggup memberinya kesombongan dan kepuasan duniawi, tapi tidak ketenangan batiniah. Maylan yang super cantik, menuntutnya banyak hal, membuatnya mendewakan uang, untuk sekedar memuaskan Maylan. Maylan yang cantik dan menggairahkan, tapi tidak bisa memberinya anak, karena Maylan tidak bisa memberinya anak. Mandul.
Perasaannya hancur, seiring dengan rapuhnya tubuh dan jiwanya. Apalagi anak-anak kami tak mampu mengenali sosoknya lagi. Bukan salahku, aku tidak pernah mengajarkan anak-anakku untuk melupakan ayahnya. Tidak pernah.
Kami bercerita banyak, paling tidak, aku harap dengan begitu, beban hidupnya sedikit berkurang. Bukan karena aku ingin mengenang masa-masa yang lalu. Aku cukup bahagia dengan kehidupanku yang sekarang, dengan stiletto, yang menjadi lambing keglamouran seorang wanita, lambang kesuksesan seorang wanita. Dengan anak-anakku yang cerdas dan patuh. Dengan kehidupanku. Semuanya. Aku bahagia. Sangat.
Aku berhenti memikirkan Iwan. Biarlah dia menjalani hidupnya sendiri. Aku menoleh ke Aliyah yang duduk di sampingku, bercerita, juga dengan dua anak kembarku yang duduk di belakang. Bahagia.

* * *

Iwan. Di pintu kamar tidurnya. Pukul 00.35
Huh! Suara si Sundal itu! Siapa lagi yang menggaulinya malam ini? Darahku langsung bergolak. Ini sudah kesekian kalinya aku memergokinya. Aku tahu aku gagal menjadi suami, tau dia yang tidak mampu menjadi istri yang baik. Entahlah. Persetan!
Bergegas kuambil pisau dapur dan mendobrak pintu kamarku. Si jalang itu tengah menunggangi seorang laki-laki muda yang tinggi, tegap, dan tampan. Seperti aku di 9 tahun yang lalu. Pandanganku gelap. Aku tak mengingat apa-apa selain aku merasa tubuhku basah. Oleh darah. Darah perempuan sundal yang telah menjauhkan Aura dan anak-anakku dari pelukku. Dari dari laki-laki yang meniduri istriku. Bangsat!

* * *

Pukul 13.00 siang. Stasiun TV swasta 1. Bursa Calon Menteri Pembangunan.
Ir. Auralia Aditya, calon terkuat untuk kursi Menteri Pembangunan Republik Indonesia. Ulasan mengenai profil, serta misi dan visinya, menarik minta dan simpati banyak orang. Mudah-mudahan Indonesia akan lebih maju dalam kepemimpinannya.

* * *

Pukul 13.00 siang. Stasiun TV swasta 2. Sidik Kasus. Pembunuhan pasangan mesum.
Tersangaka IW belum dapat dimintai keterangannya karena masih dalam pemeriksaan medis dan psikologi sehubungan dengan pembunuhan sadis yang dilakukannya. Beberapa ampul obat penenang telah disuntikkan, tapi entah kekuatan dari mana, sehingga ia tak sanggup dilelapkan. Mulutnya senantiasa meracau, “ Aura! Dhawy! Dhiya! Aliyah!” Berulang-ulang tanpa henti, selayaknya berdzikir. Selayaknya meminta permohonan maaf.